Bank ini didirikan dengan
aktivitas yang dibenarkan oleh syariat Islam, dimana segala aktivitasnya
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Bersifat
produktif, artinya ekonomi Islam memandang bahwa semua aktivitas ekonomi harus
produktif sehingga kegiatannya lebih ditekankan pada ekonomi riil. Adapun bunga
merupakan pendapatan yang tidak produktif.
2. Tidak
eksploitatif, artinya kegiatan ekonomi tidak boleh ditujukan demi keuntungan
satu pihak dengan mengorbankan pihak lain (sama-sama untung).
3. Berkeadilan,
artinya tidak boleh ada transaksi ekonomi yang merugikan pihak-pihak yang
terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Tidak
bersifat spekulatif, hal ini dianggap sebagai perjudian dan dapat mengakibatkan
orang yang melakukan terancam kemiskinan serta menyebabkan uang atau barang
yang dispekulasikan menjadi tidak bermanfaat.
5. Anti
riba, riba sebenarnya tambahan yang ditetapkan dalam perjanjian atas suatu
barang yang dipinjam, ketika barang dikembalikan. Dengan demikian, pemilik
barang berharap bahwa ia bisa meraih keuntungan dari transaksi pinjam-meminjam
tersebut.
Bank
syariah memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan bank konvensional
antara lain, yaitu:
1. Bank
syariah tidak melaksanakan transakasi pinjam-meminjam uang berdasarkan bunga
dalam segala bentuknya, seperti bunga tetap ataupun mengambang dan bunga yang
dibayar lebih dahulu atau yang ditunda. Bank syariah beroperasi atas dasar
sistem bagi hasil yang disepakati bersama nasabahnya. Dengan sistem ini,
nasabah penyimpan dana (penabung dan deposan) tidak memperoleh hasil yang pasti
atas dana yang ditempatkan. Besarnya imbalan yang diterima bergantung pada
nisbah bagi hasil yang telah disepakati, misalnya 40 : 60 atau 35 : 65, dan
keuntungan yang diperoleh bank dari pengopersian dan tersebut. Demikian halnya
dengan nasabah pengguna dana, tidak menanggung biaya dana bank, tetapi hasilnya
dibagi dengan bank sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati sebelumnya.
Bilamana terjadi kerugian, pemilik dana atau bank tidak memperoleh kembali
dananya, sedangan pengguna dana tidak memperoleh hasil atas tenaga, waktu,
pikiran, dan keahliannya.
2. Hubungan
antara bank syariah dan nasbahnya tidak berupa hubungan kreditur-debitur, tetapi
lebih merupakan hubungan partisipasi dalam menanggung risiko dan menerima hasil
dari suatu perjanjian bisnis. Bentuk hubungan ini akan membawa konsekuensi
sebagai berikut:
a. Tidak
akan ada hasil pasti (fixed yield) atas dana yang disimpan di bank syariah dan
tidak ada hasil yang pasti atas dana yang diinvestasikan oleh bank syariah
kepada pihak lain. Penghasilan atas dana yang disimpan dibank tersebut
ditentukan atas dasar keuntungan yang diperoleh bank dan dibayarkan sesuai
dengan rasio modal yang diinvestasikan atau rasio bagi hasil yang telah
disepakati.
b. Tidak
ada tanggung jawab bagi bank syariah untuk mengembalikan secara penuh pada saat
jatuh tempo atas dana yang diinvestasikan oleh pihak lain, kecuali rekening
giro, sepanjang bank tidak melakukan penyimpangan di dalam menginvestasikan
dana tersebut. Hal ini justru merupakan pendorong bagi bank syariah untuk
melaksanakan kegiatannya secara hati-hati dan efisien karena bank syariah
dituntut untuk mampu memegang amanahyang diberikan oleh si pemilik dana
3. Bank
syariah memisahkan kedua jenis pendanaan supaya dapat dibedakan antara hasil
yang diperoleh dari dana sendiri (modal, plus saldo rekening giro, yang
pengembaliannya dijamin) dengan hasil yang diperoleh dari dana simpanan yang
diterimanya atas dasar prinsip bagi hasil. Dengan demikian, bank syariah dapat menghitung
dengan benar besarnya laba atau hasil yang menjadi hak si penyimpan.
4. Bank
syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja atas
dasar kemitraan seperti mudharabah, murabahah, dsb. Kegiatan bank syariah lebih
banyak berdasarkan perdagangan, yaitu membeli barang yang dipesan oleh nasabah
dan menjualnya kepada nasabah tersebut dengan tingkat keuntungan yang
disepakati bersama baik secara tunai maupun tangguh.
5. Bank
syariah merupakan bank multiguna karena berperan sebagai bank komersial, bank
investasi (investment bank), dan bank pembangunan. Jadi, bank syariah
melaksanakan kegiatan yang berjangka pendek seperti halnya bank komersial,
jangka menengah seperti halnya bank investasi, maupun berjangka panjang seperti
halnya bank pembangunan.
6. Bank
syariah memandang laba bukan merupakan satu-satunya tujuan karena bank syariah
senantiasa mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber-sumber (resource) yang
ada dalam rangka membangun masyarakat secara keseluruhan.
7. Bank
syariah harus diperiksa oleh suatu lembaga khusus yang disebut Dewan Pengawas
Syariah untuk memastikan bahwa semua sumber dana dimanfaatkan dan
diinvestasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dewan tersebut berwenang
untuk meneliti keabsahan setiap transaksi yang dilaksanakan oleh bank syariah
dan kemudian menyatakan persetujuannya. Di samping itu, Dewan Pengawas Syariah
diharapkan pula dapat memberikan fatwa atau pendapat hukum tentang hal-hal yang
masih meragukan di dalam setiap kegiatan bank syariah.